Perbankan di Sulawesi Selatan hingga Mei 2013 masih tumbuh positif yang tercermin dari peningkatan indikator aset, dana pihak ketiga (DPK), dan penyaluran kredit.
Data Bank Indonesia Wilayah I Sulampua (Sulawesi, Maluku, Papua) menunjukkan aset perbankan Sulsel pada Mei 2013 meningkat 20,09% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp83,36 triliun.
Peneliti Madya Senior Bank Indonesia Regional Sulampua Gusti Rizal Eka menyampaikan aset perbankan Sulsel masih didominasi oleh bank pemerintah dengan pangsa pasar mencapai 59,56%.
"Kemudian diikuti bank swasta nasional sebesar 39,76% dan terkecil bank asing dan campuran dengan share hanya 0,69%," katanya, pekan lalu.
Adapun, posisi DPK pada Mei 2013 tercatat Rp54,06 triliun, tumbuh 13,91% dari periode sebelumnya Rp47,45 trilliun. Pertumbuhan dana didorong oleh kenaikan simpanan giro 18,77% menjadi Rp9,36 triliun.
Simpanan jenis deposito dan tabungan tercatat tumbuh lebih rendah masing-masing 13,51% dan 12,66%.
Penyaluran kredit perbankan di Sulsel pada periode yang sama tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dana. Kredit naik 21,86% menjadi Rp75,06 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp61,59 triliun.
Penyaluran kredit modal kerja tercatat tumbuh paling tinggi, yakni 25,88%, diikuti segmen konsumsi 23,70%, dan kredit investasi 9,71%.
"Terdapat perkembangan yang cukup menggembirakan yaitu pertumbuhan kredit ke sektor pertanian yang tumbuh sebesar 56,74%," kata Gusti.
Meskipun begitu, pertumbuhan kredit sektor pertanian masih berada di bawah sektor kelistrikan, gas, dan air yang naik 233,94%. Sektor lain yang tumbuh tinggi sektor pengangkutan 50,11% dan perdagangan 24,88%.
Pertumbuhan kredit yang lebih besar dari dana mengakibatkan rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) perbankan Sulsel meningkat cukup signifikan dari tahun sebelumnya 129,81% menjadi 138,86%.
Menurut Gusti, level LDR yang relatif tinggi menunjukkan masih belum berimbang kemampuan perbankan Sulsel dalam menghimpun dana masyarakat dibandingkan penyaluran kredit.
Meskipun demikian dari sisi kualitas kredit, terjadi tren perbaikan dari rasio non performing loan (NPL) gross 2,94% menjadi 2,77%.
Sinyal Positif
Data Bank Indonesia Wilayah I Sulampua (Sulawesi, Maluku, Papua) menunjukkan aset perbankan Sulsel pada Mei 2013 meningkat 20,09% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya Rp83,36 triliun.
Peneliti Madya Senior Bank Indonesia Regional Sulampua Gusti Rizal Eka menyampaikan aset perbankan Sulsel masih didominasi oleh bank pemerintah dengan pangsa pasar mencapai 59,56%.
"Kemudian diikuti bank swasta nasional sebesar 39,76% dan terkecil bank asing dan campuran dengan share hanya 0,69%," katanya, pekan lalu.
Adapun, posisi DPK pada Mei 2013 tercatat Rp54,06 triliun, tumbuh 13,91% dari periode sebelumnya Rp47,45 trilliun. Pertumbuhan dana didorong oleh kenaikan simpanan giro 18,77% menjadi Rp9,36 triliun.
Simpanan jenis deposito dan tabungan tercatat tumbuh lebih rendah masing-masing 13,51% dan 12,66%.
Penyaluran kredit perbankan di Sulsel pada periode yang sama tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dana. Kredit naik 21,86% menjadi Rp75,06 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp61,59 triliun.
Penyaluran kredit modal kerja tercatat tumbuh paling tinggi, yakni 25,88%, diikuti segmen konsumsi 23,70%, dan kredit investasi 9,71%.
"Terdapat perkembangan yang cukup menggembirakan yaitu pertumbuhan kredit ke sektor pertanian yang tumbuh sebesar 56,74%," kata Gusti.
Meskipun begitu, pertumbuhan kredit sektor pertanian masih berada di bawah sektor kelistrikan, gas, dan air yang naik 233,94%. Sektor lain yang tumbuh tinggi sektor pengangkutan 50,11% dan perdagangan 24,88%.
Pertumbuhan kredit yang lebih besar dari dana mengakibatkan rasio kredit terhadap simpanan (loan to deposit ratio/LDR) perbankan Sulsel meningkat cukup signifikan dari tahun sebelumnya 129,81% menjadi 138,86%.
Menurut Gusti, level LDR yang relatif tinggi menunjukkan masih belum berimbang kemampuan perbankan Sulsel dalam menghimpun dana masyarakat dibandingkan penyaluran kredit.
Meskipun demikian dari sisi kualitas kredit, terjadi tren perbaikan dari rasio non performing loan (NPL) gross 2,94% menjadi 2,77%.
Sinyal Positif
Pengamat ekonomi dari Universitas Hasanuddin Makassar sekaligus anggota Komisioner KPPU Syarkawi Rauf menilai perbaikan kinerja bank di kawasan tersebut memberikan sinyal positif kepada dunia usaha.
"Jika pada Mei 2013 saja bisa tumbuh sekitar 20%, pada akhir 2013 sekitar Oktober - Desember 2013 aset perbankan akan tumbuh lebih tinggi lagi," katanya.
Menurutnya, proyek pemerintah yang dibiayai melalui APBN dan APBD baru mulai terealisasi pada kuartal III hingga akhir tahun.
Apalagi, kredit modal kerja di Sulsel, terutama di kawasan Mamminasata serta di beberapa sentra bisnis seperti Parepare, Palopo, Bosowa, dan Bulukumba juga mengalami tumbuh, terutama untuk pembiayaan sektor perdagangan.
Menurut mantan Chief Economist BNI Makassar itu sektor bisnis di Sulsel terus melakukan ekspansi atau perluasan basis usaha. Hal itu terlihat dari kondisi kredit perbankan di sulsel yang tumbuh sekitar 22%.
"Pertumbuhan kredit di Sulsel pada 2013 secara tahunan bisa mencapai sekitar 27%-30%. Hal yang cukup positif juga dapat diamati pada pertumbuhan DPK yang didominasi oleh dana murah, khususnya tabungan dan deposito." katanya.
Namun, pertumbuhan giro yang cukup tinggi khususnya giro institusi mencerminkan tingginya ketergantungan perbankan Sulsel terhadap DPK pemerintah.
Satu sisi, sambungnya, perbankan Sulsel sudah terhindar dari jebakan dana mahal, yaitu deposito. Adapun, deposito secara proporsional tidak terlalu besar jumlahnya dibandingkan dengan giro dan tabungan.
Menurutnya, masih ada pekerjaan rumah perbankan Sulsel terutama masih rendahnya penyaluran kredit investasi yang lebih produktif. "Meskipun per definisi, kredit modal kerja juga sering digunakan untuk investasi," katanya.
Kredit konsumsi perbankan Sulsel mengalami pertumbuhan paling tinggi yaitu sekitar 23,7% dibandingkan dengan kredit investasi yang hanya sekitar 9,71 %.
Implikasinya, perekonomian Sulsel ke depan masih akan digerakkan oleh kegiatan yang sifatnya tidak produktif atau tidak menghasilkan output akhir melalui proses manufaktur.
Apalagi pada kuartal ketiga tahun 2013, pertumbuhan kredit konsumsi akan lebih tinggi lagi bisa mencapai sekitar 30% terkait dengan momen libur sekolah, Ramadan dan Lebaran.
Syarkawi menyebut perekonomian sulsel masih akan mengalami "Jebakan Ekspor Bahan Mentah". Hal ini yang harus dikoreksi ke depan baik oleh pemerintah daerah maupun perbankan Sulsel, agar mendorong berkembangnya industri pengolahan.
Idealnya, pertumbuhan kredit investasi didongkrak hingga mencapai 20%-25%. Perekonomian Sulsel bisa berkompetisi dengan Surabaya dan Balikpapan untuk memperkuat posisi sebagai regional hub di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
"Jika pada Mei 2013 saja bisa tumbuh sekitar 20%, pada akhir 2013 sekitar Oktober - Desember 2013 aset perbankan akan tumbuh lebih tinggi lagi," katanya.
Menurutnya, proyek pemerintah yang dibiayai melalui APBN dan APBD baru mulai terealisasi pada kuartal III hingga akhir tahun.
Apalagi, kredit modal kerja di Sulsel, terutama di kawasan Mamminasata serta di beberapa sentra bisnis seperti Parepare, Palopo, Bosowa, dan Bulukumba juga mengalami tumbuh, terutama untuk pembiayaan sektor perdagangan.
Menurut mantan Chief Economist BNI Makassar itu sektor bisnis di Sulsel terus melakukan ekspansi atau perluasan basis usaha. Hal itu terlihat dari kondisi kredit perbankan di sulsel yang tumbuh sekitar 22%.
"Pertumbuhan kredit di Sulsel pada 2013 secara tahunan bisa mencapai sekitar 27%-30%. Hal yang cukup positif juga dapat diamati pada pertumbuhan DPK yang didominasi oleh dana murah, khususnya tabungan dan deposito." katanya.
Namun, pertumbuhan giro yang cukup tinggi khususnya giro institusi mencerminkan tingginya ketergantungan perbankan Sulsel terhadap DPK pemerintah.
Satu sisi, sambungnya, perbankan Sulsel sudah terhindar dari jebakan dana mahal, yaitu deposito. Adapun, deposito secara proporsional tidak terlalu besar jumlahnya dibandingkan dengan giro dan tabungan.
Menurutnya, masih ada pekerjaan rumah perbankan Sulsel terutama masih rendahnya penyaluran kredit investasi yang lebih produktif. "Meskipun per definisi, kredit modal kerja juga sering digunakan untuk investasi," katanya.
Kredit konsumsi perbankan Sulsel mengalami pertumbuhan paling tinggi yaitu sekitar 23,7% dibandingkan dengan kredit investasi yang hanya sekitar 9,71 %.
Implikasinya, perekonomian Sulsel ke depan masih akan digerakkan oleh kegiatan yang sifatnya tidak produktif atau tidak menghasilkan output akhir melalui proses manufaktur.
Apalagi pada kuartal ketiga tahun 2013, pertumbuhan kredit konsumsi akan lebih tinggi lagi bisa mencapai sekitar 30% terkait dengan momen libur sekolah, Ramadan dan Lebaran.
Syarkawi menyebut perekonomian sulsel masih akan mengalami "Jebakan Ekspor Bahan Mentah". Hal ini yang harus dikoreksi ke depan baik oleh pemerintah daerah maupun perbankan Sulsel, agar mendorong berkembangnya industri pengolahan.
Idealnya, pertumbuhan kredit investasi didongkrak hingga mencapai 20%-25%. Perekonomian Sulsel bisa berkompetisi dengan Surabaya dan Balikpapan untuk memperkuat posisi sebagai regional hub di Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Post a Comment