Ganti ke Sistem Tarif untuk Berangus Kartel - KOMPETISINEWS | INFO PERSAINGAN USAHA

.


Home » , , , , » Ganti ke Sistem Tarif untuk Berangus Kartel

Ganti ke Sistem Tarif untuk Berangus Kartel

Written By Redaktur on Friday, May 3, 2013 | 9:07 AM

Sistem impor produk pangan sebaiknya diganti dengan sistem tarif untuk meminimalisir kartel. 

Pemerintah diminta segera mengubah sistem impor produk pangan dari sistem kuota ke sistem tarif agar menjadi lebih transparan dan menguntungkan rakyat. Selama ini, sistem kuota pada impor produk pangan hanya dilakukan oleh beberapa perusahaan yang ditunjuk pemerintah sehingga sarat terjadi praktik kanel.

Pakar ekonomi, Rizal Ramli, mengatakan produk pangan, yang oleh perusahaan importir yang melakukan praktik kartel, berdampak merugikan rakyat dan negara karena harga produk menjadi sangat tinggi. Sebagai contoh, bawang merah impor dengan harga 9.000 rupiah per kilogram tapi harga ecerannya mencapai dua kali lipat.

"Saya minta pemerintah bisa mengubah sistem impor produk pangan dari sistem kuota yang terjadi praktik kartel ke sistem tarif yang lebih transparan dan menguntungkan rakyat," kata mantan Menko Perekomian itu, di Jakarta, Kamis (2/5).

Kandidat calon presiden alternatif itu menjelaskan pada sistem kuota hanya perusahaan yang ditunjuk pemerintah yang bisa melakukan impor produk pangan. Tingginya harga produk pangan impor di.tingkat eceran, kata dia, bisa jadi karena ada dana kompromi antara perusahaan importir dan oknum terkait

Sedangkan pada sistem tarif, menurut dia, semua perusahaan yang memenuhi persyaratan bisa mengimpor produk pangan secara lebih transparan.

Rizal mengaku dirinya sudah melakukan dialog dengan Kepala Badan Urusan Logistik (Bulog) serta Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perihal kelebihan dan kelemahan sistem kuota dan sistem tarif bagi negara dan rakyat. "Kepala Bulog dan Ketua KPPU menyatakan sepakat untuk mengusulkan perubahan sistem tersebut," katanya.

Selain itu, lanjutnya, pihaknya juga mengusulkan agar KPPU melakukan investigasi dan penyelidikan terhadap perusahaan-perusahaan impor yang nakal sehingga publik tahu mana perusahaan berkinerja baik dan berkinerja buruk.

Dia menambahkan untuk mengubah sistem impor dari sistem kuota menjadi sistem tarif diperlukan aturan operasional yakni peraturan pemerintah (PP) dan peraturan menteri (permen). "Jika aturan perundangannya di tataran UU belum operasional," katanya.

Rizal berharap pemerintah bisa segera mengubah sistem impor produk pangan sehingga bisa lebih menggairahkan perekonomian rakyat.

Tata Niaga Buruk

Sementara itu, Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro, mengakui bahwa tata niaga hasil peternakan dan pertanian sangat buruk sehingga berdampak pada fluktuasi harga komoditas tersebut

Karena itu, menurut dia, tanpa adanya perbaikan tata populasi ternak dalam jumlah cukup tetap tidak mampu menyelesaikan masalah.

"Yang perlu menjadi prioritas itu soal perbaikan tata niaga sektor peternakan yang buruk dan biaya tinggi akibat distribusi yang tidak efisien, menjadikan harga daging sapi menjadi mahal. Selama ini, masalah tata niaga tidak disentuh," kata dia.

Ketua Umum Asosiasi Peternak Unggas Indonesia (Pinsar Unggas Nasional), Hartono, menyatakan pemerintah perlu terlibat membantu peternak yang merugi karena harganya jatuh.

"Di Sulawesi harga ayam broiler jatuh ke level 5.000-6.000 rupiah per kilogram, padahal biaya produksi peternak mencapai 15.000 rupiah per kilogram. Akibat jatuhnya harga, peternak banyak yang gulung tikar dan menanggung utang. Kondisi ini sudah berlangsung tiga bulan. Pemerintah belum membantu karena tidak ada aturan soal harga, seharusnya perlu alat pengendali seperti Bulog," ungkapnya.

Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Ade Meirizal Zulkarnain, menyatakan mempertanyakan soal pemberitaan mahalnya harga daging sapi. Pasalnya, kontribusi daging terhadap swasembada daging hanya 18 persen atau 505 ribu ton, jauh lebih rendah dibandingkan produksi unggas (ayam dan itik) yang mencapai 67 persen atau 1,8 juta ton. "Produksi ayam dan itik itu nilai kapitalisasi pasarnya dari hulu ke hilir mencapai 82 triliun rupiah," katanya.
Share this article :

Post a Comment

 
Copyright © 2011. KOMPETISINEWS | INFO PERSAINGAN USAHA - All Rights Reserved
Developed by kuntoprastowo | Template by Maskolis
Proudly powered by Blogger