Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sudah menangani beberapa laporan dugaan kartel namun masih kesulitan untul membuktikan adanya kartel. Semakin sulit mendapatkan bukti tertulis dan hal itu telah membuat sulit membuktikan adanya dugaan kartel. "Pengusaha semakin pintar, kesepakatan kartel tidak lagi dituangkan dalam perjanjian kerjasama dan sekarang mulai mengarah kepada kesepakatan tidak tertulis," kata Kepala Biro Pengkajian Pengawas Persaingan Usaha, Taufik Aryanto, Jumat lalu (14/12).
Menurut Aryanto, bukti-bukti tidak langsung (indirect evidence) masih belum mendapatkan tempat yang kuat dalam hukum persaingan usaha di Indonesia. Pada saat ini, Majelis Hakim lebih menekankan pada bukti tertulis dalam pembuktian suatu kasus atau perkara kartel. "Hal ini menyebabkan perjuangan KPPU dalam membuktikan dugaan kartel beberapa kali kandas di pengadilan," ujarnya.
Lebih lanjut lagi, Aryanto menjelaskan selama sepuluh tahun berkiprah dan sudah mengeluarkan 245 putusan, KPPU sudah menangani beberapa laporan dugaan kartel. Selain tarif sms, ada juga dugaan kartel semen, harga obat atau farmasi, minyak goreng, dan fuel surcharge tetapi hingga kini pembuktian dugaan kartel masih sulit.
"Hampir semua kasus kartel yang ditangani KPPU kandas di tangan pengadilan karena pembuktian kartel cukup sulit," ungkapnya.
Sementara itu, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo mengungkapkan konsumen merupakan pihak yang paling dirugikan apabila dunia bisnis dikuasai kartel. Meskipun masih sulit dibuktikan secara hukum, kartel diyakini terjadi dalam beberapa sektor di
Indonesia. "KPPU juga sudah pernah menangani beberapa kasus dugaan kartel," tuturnya.
Sudaryatmo mengkhawatirkan dampak kartel dalam bisnis terhadap konsumen dimana bisa berkaca dari kasus tarif pesan singkat (sms) saja, kerugian konsumen mencapai triliunan rupiah. Pada saat kasus ini ditangani KPPU, diperkirakan konsumen merugi hingga Rp 2,8 triliun. "Dalam kasus ini, pihak yang paling dirugikan adalah konsumen," katanya.
Sudaryatmo menjelaskan bahwa kerugian yang dialami konsumen tidak terbayar meskipun kemudian operator telepon menurunkan tarif pesan singkat. Secara hukum konsumen sebenarnya bisa menuntut ganti rugi kepada operator telepon. Di satu sisi, praktik kartel memang sulit dibuktikan. "Namun di sisi lain, konsumen juga berada dalam posisi lemah dalam hubungan bisnis," ujarnya.
Melindungi Konsumen
Kemudian pihak Advokat yang sering menangani kasus konsumen yaitu David Tobing mengharapkan agar KPPU tidak patah arang dalam menangani kasus kartel. KPPU harus terus mengawasi praktik kartel di dalam dunia persaingan usaha. "Hal ini dilakukan untuk melindungi konsumen," ungkapnya.
Menurut Tobing, Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat harus diterapkan. Undang-undang ini melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat.






Post a Comment