BI akan menegur bank yang ekspansi kreditnya kebablasan, dan tidak melihat fundamental ekonomi. |
Bank Indonesia (BI) akan memantau industri perbankan agar tetap
menyalurkan kredit sesuai dengan fundamental perekonomian, dan akan
meminta bank-bank menyesuaikan pertumbuhan kredit dengan kondisi
perekonomian yang melambat.
“Ini akan kita lakukan supervisory action
(pengawasan) agar (bank) jangan kencang-kencang menyalurkan kredit
sementara perekonomian yang melambat. Jadi lebih prudent dan optimal.
Kita mau pertumbuhan kredit yang wajar saja,” ujar Deputi Gubernur BI
Perry Warjiyo, kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta, Jumat, 16 Agustus
2013.
Bank sentral mencatat pertumbuhan kredit perbankan mulai
melambat sebesar 20,6% dalam setahunan per Juni 2013, seiring dengan
perlambatan perekonomian domestik ke arah batas bawah dari prediksi di
kisaran 5,8-6,2% pada tahun ini. Sementara untuk pertumbuhan kredit
tahun ini, imbuh Perry, wajarnya ada di kisaran 18-20%.
“Pertumbuhan
ekonomi kita lihat sudah slowing, Juni 20,6%. Secara industri perbankan
sudah merespon perlambatan ekonomi tercermin dari perlambatan
pertumbuhan kredit. Tapi masih ada sejumlah bank dan sektor yang
kreditnya masih tinggi,” kata Perry.
Menurutnya, beberapa sektor
yang kreditnya tumbuh masih cukup tinggi adalah sektor properti,
transportasi dan manufaktur. Khusus sektor transportasi dan manufaktur,
lanjut Perry, terlihat juga dari masih besarnya impor bahan baku.
“Nah ini kita tidak bisa masuk, jadi kita kendalikan banknya. Pengawas kita akan masuk mengingatkan,” tukasnya.
Kendati
pertumbuhan kredit dinilai masih dalam batas aman, namun BI akan tetap
mengingatkan perbankan untuk tidak terlalu ekspansif karena dapat
meningkatkan risiko kredit bermasalah di saat kondisi ekonomi Indonesia
yang sedang melambat.
“Melalui kegiatan pengawasan, me-review
dan bicara kepada bank untuk menyesuaikan kredit dengan perekonomian.
Sehingga kemampuan dalam menghadapi risiko bisa lebih tinggi. Jangan
terlalu ekspansif shgga bisa meningkatkan risiko kredit macet ke depan,”
tutur Perry.
Ia menegaskan, bahwa aksi pengawasan yang dilakukan
BI sangat penting dalam penilaian tingkat kepatuhan sebuah bank. Lewat
pengawasan, lanjut Perry, bank sentral bisa menetapkan apakah sebuah
bank harus melakukan penambahan modal atau tidak.
“Jadi, kita masuk lewat supervisory action
supaya kreditnya yang wajar-wajar. Masih ada sekitar 10-an bank yang
kreditnya kencang, sebagian bank besar. NPL masih oke, tapi dengan
kondisi ekonomi slowing seperti ini, risikonya akan meningkat. Kita
lakukan supervisory action kepada bank-bank yang kreditnya masih tumbuh
di atas 20%, masih terlalu ekspansif,” tutupnya.
Post a Comment