Kementan mengusulkan penerapan harga batas atas dan bawah utk daging sapi agar harga dapat dikendalikan. |
Kementerian Pertanian (Kementan) mengusulkan diterapkannya harga batas atas atau harga atap (ceiling price) dan batas bawah (floorprice) pada daging sapi, seperti halnya pada gabah atau beras yang sudah menerapkan harga pembelian pemerintah (HPP). Skema tersebut diharapkan bisa mengatasi melonjaknya harga komoditas tersebut yang tidak terkendali di pasaran.
Menteri Pertanian Suswono menyatakan, dengan adanya harga atap daging sapi yang ditetapkan pemerintah, pedagang dilarang menjual di atas harga yang ditetapkan sehingga bisa melindungi konsumen. Di sisi lain, dengan harga batas bawah, peternak dapat terlindungi atau tetap bisa menikmati untung. "Kalau ada yang melanggar batas atas, pedagang tersebut bisa dikenakan sanksi, ada batas bawah petani tetap dilindungi. Dengan cara ini mungkin bisa membuat harga daging sapi di Indonesia lebih stabil," kata dia di Jakarta, Selasa (16/7) malam.
Suswono mengakui, kebijakan tersebut sudah diterapkan di beberapa negara dan hasilnya terbukti efektif dapat meredam gejolak harga. Indonesia sendiri saat ini baru menerapkan skema HPP untuk beras sebagai acuan bagi Perum Bulog yang berperan sebagai lembaga penyangga dan stabilisator harga beras di Tanah Air. "Kalau soal besaran harga atas dan harga batas bawah itu perlu dilakukan pengkajian lebih mendalam karena komoditas daging berbeda dengan gabah atau beras yang patokan harganya bisa disamakan seluruh Indonesia," ungkap Suswono.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Teguh Boediyana mengatakan, sebagai respon atas melonjaknya harga daging sapi akhir-akhir ini, seyogyanya pemerintah mengkaji ulang kebijakan terkait daging nasional. Kebijakan ke depan harus mengarah dan fokus pada upaya pemberdayaan peternak lokal. "Kebijakan daging selama ini tidak memperhitungkan akurasi data, sehingga menyebabkan harga melonjak. Di sisi lain, kebijakan itu juga cenderung mengacu pada mekanisme pasar dan tidak memihak peternak lokal," kata dia.
PPSKI juga meminta pemerintah melalui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk proaktif mencegah terjadinya persaingan usaha di bidang daging yang tidak sehat. Untuk segala hal yang menimbulkan distorsi dalam industri daging yang merugikan peternak lokal harus diminimalisir serendah mungkin. "Yang jelas kartel itu melanggar hukum dan itu tugas KPPU untuk proaktif mencegah jika memang di lapangan KPPU menemukan ada indikasi mengarah ke kartel. Bagi kami apabila ada distorsi yang merugikan peternak maka harus dihentikan," kata dia.
Pengiriman Sapi Potong
Sementara itu, Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur (Jatim) Maskur mengatakan, untuk menghindari lonjakan harga daging di Jatim, distribusi sapi potong di beberapa wilayah yang berbatasan dengan daerah di luar Jatim diperketat. Upaya itu dilakukan dengan menempatkan sejumlah petugas di beberapa titik di wilayah perbatasan yang berpotensi terjadinya penyelundupan sapi yang akan dikirim ke luar Jatim. "Kami tempatkan mereka di daerah seperti Mantingan, Magetan, Ngawi, Madiun, Tuban, dan Banyuwangi. Kami ingin kebutuhan masyarakat Jatim terpenuhi dulu. Ini karena selama ini Jatim memang menjadi provinsi penyuplai sapi ke luar daerah," kata dia di Surabaya.
Dia mengakui di saat kebutuhan sapi potong meningkat, ada pihak yang ingin memanfaatkan lonjakan harga di luar daerah dengan menyelundupkan sapi ke luar Jatim. Upaya inilah yang mengakibatkan stok di Jatim menipis, sehingga harga daging sapi ikut melejit. Meski sempat terjadi lonjakan harga beberapa waktu lalu, saat ini harga daging di Jatim sudah bergerak turun di level Rp 80 ribu per kg dari sebelumnya yang mencapai Rp 100 ribu per kg. Dengan penurunan tersebut, harga daging sapi di Jatim sebenarnya sudah mencapai titik wajar.
Maskur menjelaskan, saat harga daging di luar Jatim masih sangat tinggi. Dinas Peternakan Jatim akan terus memperketat pengawasan terhadap pengiriman sapi potong. Harga daging tinggi bisa memicu oknum yang ingin mendapatkan keuntungan besar untuk membawa sapi Jatim ke luar provinsi secara ilegal. Bila hal ini dibiarkan, harga di Jatim juga akan bergerak naik karena stok akan menipis sementara permintaan saat Puasa dan Lebaran meningkat "Selain memperketat pengawasan, kami juga menginstruksikan Rumah Pemotongan Hewan (RPH) untuk menambah jumlah sapi yang dipotong sehingga pasokan tidak kosong. Ini karena sepanjang Puasa dan Lebaran biasanya konsumsi daging meningkat hingga 20% dari biasanya 200 ton per hari," kata dia.
Post a Comment