![]() |
| KPPU mendukung Penetapan Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau. |
"Pada dasarnya, kami setuju untuk mendapatkan pajak tambahan, dan selain itu pemerintah harus memikirkan dampak dari bahaya merokok," kata Komisioner KPPU, Nawir Messi di lakarta, Selasa (11/6).
Nawir juga mengatakan bahwa pemerintah harus tegas memberlakukan upaya mengurangi bahaya merokok yang merupakan hasil olahan dari tembakau, seperti upaya yang dilakukan sejumlah negara di kawasan Asia. Pemerintah gencar mensosialisasikan agar masyarakat sadar dampak dari bahaya merokok melalui berbagai aturan yang ketat
"Saya mencontohkan langkah untuk menyadarkan masyarakat, antara lain menempelkan gambar akibat merokok di kemasan rokok, pembatasan usia yang boleh mengisap hingga aturan tidak boleh merokok di sejumlah wilayah," tambahnya.
Kemudian mengenai beberapa perusahaan industri rokok yang menganut sistem"kekeluargaan" di Indonesia, Nawir mengungkapkan hal tersebut menciptakan "kartel" penjualan hasil tembakau termasuk produk rokok. "Perusahaan rokok yang menganut sistem kekeluargaan berpotensi menguasai pangsa pasar dengan persaingan bisnis yang rendah, sehingga memunculkan pengaturan harga," lanjutnya.
Sedangkan Juru bicara Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, Haryo Limanseto menyebutkan penerbitan PMK Nomor 78 Tahun 2013, guna menjaga persaingan industri hasil olahan tembakau di Indonesia.
"Agar industri rokok bersaing pada levelnya, yang besar bersaing dengan yang besar, demikian pula yang menengah dan kecil," ujar Haryo seraya menambahkan peraturan menteri tersebut diharapkan mendongkrak pemasukan negara.
Sebelumnya, dari kalangan DPR RI yaitu Anggota DPR RI Komisi XI, Ismet Ahmad mendukung rencana pemerintah menaikan bea cukai industri rokok dengan memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 78 Tahun 2013 tentang Penetapan Golongan dan Tarif Cukai Hasil Tembakau, mulai 12 Juni 2013.
"Rencana jangka pendek akan menaikan fiskal, guna mengeliminir kartel industri rokok," katanya.
Ismet mengatakan pemberlakuan PMK Nomor 78 Tahun 2013 akan mengurangi kejahatan industri hasil olahan tembakau termasuk produksi rokok di Indonesia. Dirinya mengingatkan pemerintah maupun pengusaha tetap menjaga keseimbangan produksi dan memperhatikan kesehatan tenaga kerja. Sebelum diberlakukan PMK Nomor 78 Tahun 2013 pada 12 Juni 2013, Ismet menuturkan pemerintah harus mengambil kebijakan alternatif untuk produksi tembakau dari industri rokok dengan industri obat-obatan atau kosmetik, agar petani ndak kehilangan pekerjaan.
"Selain itu, pemerintah harus mengantisipasi masuknya produk rokok dari luar negeri dengan menaikan biaya impor? ujar Ismet
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menanggapi pemberlakuan PMK 78/2013 akibat dari penerimaan negara kurang optimal, terutama terkait pajak yang diterima pemerintah






Post a Comment