![]() |
| Acuan asuransi properti berpotensi terjadi kartel. |
Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengingatkan penyusunan tarif acuan premi asuransi properti berpotensi menjadi praktik kartel dagang jika tidak diawasi secara cermat oleh regulator.
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Tajuddin Noer mengatakan kartel terjadi ketika tarif acuan dibuat berdasarkan keputusan sepihak yang disepakati oleh sesama pelaku industri asuransi.
"Jika itu yang terjadi, harus dicegah," ujarnya kepada Bisnis, Jumat (7/12).
Kartel adalah perjanjian kerja sama antara para produsen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan, dan harga serta melakukan monopoli terhadap pasar komoditas atau industri tertentu.
Tajuddin mencontohkan praktik kartel dagang terjadi dalam penentuan harga semen pada saat Orde Baru. Saat itu, katanya, sejumlah perusahaan besar produsen semen berkumpul untuk menyepakati harga, lalu mengajukannya kepada pemerintah.
Dalam hal ini, pemerintah hanya ber-peran mengetok palu atas kesepakatan yang telah diambil oleh para pelaku industri semen.
Untuk menghindari kartel, Tadjudin meminta regulator berperan sentral dalam proses penyusunan tarif. Adapun, peran asosiasi hanya sebatas memberikan masukan dan data.
"Kalau asosiasi menjadi sumber aspirasi, boleh-boleh saja. Tapi jangan sampai peran regulator hanya stempel," tegasnya.
Sebelumnya KPPU menilai regulator tidak perlu menetapkan tarif acuan premi ketika kondisi pasar kondusif. Akan tetapi, jika regulator menganggap situasi pasar sudah sangat berbahaya karena terjadi banting-bantingan harga, maka penetapan tarif acuan dapat dilakukan.
Penetapan tarif acuan ini, lanjutnya, harus didasarkan pada keinginan regulator untuk menjaga industri asuransi berkembang secara sehat.
Oleh karena itu, regulator harus memastikan bahwa tarif acuan yang disusun benar-benar telah dikaji dengan saksama, bukan pesanan industri.






Post a Comment