![]() |
| Pembangunan Indonesia, siap menyongsong MEA 2015 |
Sejak saat itu, bangsa Indonesia cepat recovery dengan tiga tahapan. Banyak negara ingin belajar dari Indonesia untuk memahami bagaimana Indonesia bisa keluar cepat dan mampu membangun sistem demokrasi dan pembangungan ekonomi secara paralel. Salah satu kunci sukses Indonesia selama ini adalah reformasi kelembagaan, demokratisasi, dan konsistensi perbaikan berkelanjutan yang menopang pembangunan ekonomi nasional.
Secara garis besar terdapat tiga tahapan pembangunan pascareformasi yang telah dan sedang kita lakukan. Tahapan pertama terjadi antara periode 1998-2004 pembangunan sistem dan struktur kelembagaan negara demokrasi dilakukan. Periode kedua terjadi pada 2004-2009 stabilitas politik dan demokrasi telah mulai menemukan bentuk dan pemantapan daya beli masyarakat (purchasing-power) dilakukan.
Periode ketiga 2009, yang dilakukan dengan pematangan kehidupan demokrasi dan percepatan pembangunan infrastruktur dengan tetap menjaga daya beli masyarakat. Tiga periode ini menjadi bekal bagi perumus dan penyusun agenda pembangunan nasional 2014-2019 untuk mencapai target pembangunan sesuai dengan RPJP.
Sedikit menyegarkan ingatan kita, pada krisis ekonomi Indonesia pada 1998 hal mana pertumbuhan ekonomi terkontraksi minus 13.1 persen, nilai tukar rupiah terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak diambangkan dan mencapai Rp 17.000 per USS pada 22 Januari 1998.
Sekitar 70 persen lebih perusahaan di Pasar Modal berada dalam posisi insolvent alias bangkrut. Gelombang PHK terjadi dan beberapa data mencatat pengangguran tertinggi sejak 1960-an hal mana lebih dari 20 juta orang atau 20 persen angkatan kerja, dan PDB per kapita pada 1996 mencapai USS1.155 per kapita merosot menjadi USS610 per kapita pada 1998. Data tersebut akan menjadi lebih suram jika kita tambahkan adanya kerusuhan dan penjarahan, krisis-etnis, capital-outflow, gelombang demonstrasi, dan tidak berjalannya tata pemerintahan.
Periode 1998-2004 merupakan tonggak penting sejarah Indonesia kontemporer. Dalam periode ini terdapat tiga kali kepresidenan dalam suasana penyusunan tata kelembagaan berbangsa dan bernegara. Sejumlah pembenahan tata kelembagaan baru kita sepakati perlu ada untuk menjaga check and balance. Seperti adanya KPK, MK, Mahkamah Yudisial, KPPU, Dewan Perwakilan Daerah, otonomi Bank Indonesia, Otonomi Daerah, Pilkada langsung (Bupati/Wali kota dan Gubernur) dan Pilpres langsung.
Semua hal itu dilakukan dalam situasi ekonomi dan politik belum stabil. Dari sisi ekonomi, negara kita masih berutang pada IMF dan kekuatan ekonomi nasional baik negara, BUMN dan swasta nasional belum pulih akibat krisis 1998. Namun upaya kita bersama untuk membangun fondasi telah berbuah manis pada periode selanjutnya.
Pada 2004-2009 juga menjadi periode bersejarah bagi perjalanan bangsa Indonesia. Pada periode ini dilakukan Pilpres secara langsung setelah sekian lama Presiden dipilih melalui mekanisme perwakilan di MPR. Terpilihnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara langsung merupakan manifestasi perubahan sistem pemilihan presiden yang menjadi amanat reformasi enam tahun sebelumnya.
Pada periode ini ruang pilihan kebijakan publik (public policy choice) tidak banyak tersedia. Dari sisi ekonomi banyak sekali agenda ekonomi harus dilakukan, sementara APBN-P 2004 hanya sebesar Rp430 triliun.
Dalam periode 2004-2009 terdapat salah satu momemum dari sisi kedaulatan ekonomi dilakukan oleh pemerintah, yaitu dilunasinya utang ke IMF pada 2006. Hal ini menunjukkan mulai pulihnya confidence dan kemampuan fiskal yang semakin besar.
Strategi nasional unluk membangun daya beli masyarakat (purchasing power) melalui cara menjaga inflasi rendah, penyediaan micro-credit dan sejumlah program subsidi menjadi pull dan push-factor bagi dunia usaha di Indonesia. Ekonomi Indonesia sempat diuji oleh beberapa peristiwa seperti volatilitas harga energi dunia, krisis sub-Prime Mortgage di Amerika Serikat dan jelang Pemilu 2009. Namun ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanannya dengan pasar domestik yang semakin kuat dan resilient.
Pada periode selanjutnya 2009-saat itu, pembangunan ekonomi nasional memasuki fase yang lebih tinggi lagi sejak dicanangkannya Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi (MP3EI) pada 2011. Harus kita akui, sejak krisis 1998 sampai pencanganan MP3EI praktis Indonesia belum optimal melakukan pembangunan Infrastruktur. Prioritas dilakukan untuk meletakkan fondasi kelembagaan untuk membangun stabilitas politik (1998-2004) dan penguatan daya beli masyarakat dan ekonomi domestik (2004-2009).
Dan terbukti, strategi yang ditempuh selama ini berhasil membuat ekonomi nasional semakin kuat pada periode sekarang. Seiring dengan semakin kuatnya konsumsi domestik ditopang oleh stabilitas politik keamanan membuat sektor produksi dan infrastruktur perlu segera dibangun. Sejak MP3Q dicanangkan, strategi ekonomi nasional mulai menyeimbangkan demand-side dengan supply-side.
Tentu, fase berikutnya yaitu 2014-2019 menjadi tonggak tinggal landas bagi sejarah pembangunan nasional pasca-reformasi. Sejumlah capaian telah dilakukan pada periode-periode sebelumnya. Namun, tentu saja pekerjaan rumah masih banyak yang perlu dituntaskan, terutama untuk mempersiapkan ekonomi Indonesia berada satu tahapan yang lebih tinggi lagi.
Sementara penanganan kemiskinan dan pengangguran tetap ada, keberlanjutan pembangunan infrastruktur juga perlu diteruskan. Konektivitas nasional untuk menjamin jaringan produksi guna menekan ekonomi biaya tinggi perlu menjadi prioritas.
Upaya hilirisasi dan industrialisasi berbasis sumber daya alam yang telah dimulai pada periode 2009-2014 perlu dilanjutkan dalam periode ini. Selain itu juga, kebijakan untuk pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan daya saing nasional perlu menjadi prioritas nasional.






Post a Comment