Menyikapi implementasi kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
terkait Electronic Price Pricing (ERP), sekaligus tindak lanjut dari
saran dan pertimbangan KPPU terhadap kebijakan dimaksud, pada tanggal 27
Desember 2016, Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyelenggarakan Focus
Group Discussion (FGD).
FGD tersebut dihadiri jajaran Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta, Dinas Perhubungan dan Transportasi Provinsi DKI Jakarta,
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Kepala Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, Ketua LKPP,
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Akademisi Universitas
Indonesia, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia
(ATSI), Direktur PT Aino Indonesia, Direktur PT Advantech, Direktur PT
RFID Indonesia, Direktur PT NEC Indonesia, Direktur PT Q-Free Indonesia,
Direktur PT DOT System, dan Direktur PT 3M.
Pemprov DKI meyakini bahwa penerapan sistem ERP akan dapat memudahkan
proses pembayaran dan memungkinkan diterapkannya tarif yang
berbeda-beda sesuai kondisi kemacetan lalu lintas, terutama di kota
besar Jakarta, di mana kemacetan selalu menjadi alasan utama
permasalahan lalu lintas, dengan berbasis Dedicated Short Range
Communication (DSRC). Penerapan ERP pada jalan-jalan protokol di Ibukota
Jakarta dengan SDRC, sebuah metode wireless charging dari jalur masuk
(jalan berbayar) terhadap smartcard yang diletakkan pada sebuah on-board
unit (OBU) pada sebuah kendaraan roda empat atau lebih. Metode ini
diklaim dapat mengurai kemacetan yang ada di Ibukota yang notabenenya
merupakan area urban, karena dapat mengurangi sistem antrean kendaraan
dalam melakukan pembayaran.
Menanggapi hal ini, KPPU menilai adanya potensi pelanggaran pada
Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 149 Tahun 2016
tentang Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik, yang
disampaikan melalui Surat Saran dan Pertimbangan pada bulan Oktober
tahun 2016 mengenai Kebijakan Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar
Elektronik. Dalam saran dan pertimbangan ini, KPPU merujuk pada adanya
potensi mempersempit ruang tender pada teknologi DSRC Frekuensi 5,8 GHz
(lima koma delapan gigahertz).
Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan Gubernur dimaksud, diatur bahwa
tehnologi yang digunakan dalam kawasan pengendalian lalu lintas Jalan
Berbayar Elektronik adalah menggunakan komunikasi jarak pendek Dedicated
Short Range Communication (DSRC) frekuensi 5,8 GHz,.
Ketua KPPU M.
Syarkawi Rauf, menilai Pergub ini dapat menahan dan mempersempit ruang
persaingan yang ada pada tender, sehingga vendor dengan teknologi lain
seperti misalnya Radio Frequency Identification (RFID) atau Global
Positioning System (GPS), tidak dapat masuk ke ranah persaingan.
“Ketentuan dalam Pasal 8 Ayat 1 Huruf c ini berpotensi menimbulkan
diskriminasi penyedia teknologi lain, sehingga tidak memberikan
kesempatan seluas-luasnya pada pengembangan ERP oleh Pemprov DKI
sendiri, di mana mempersempit teknologi hanya pada DSRC frekuensi 5,8
GHz”, jelas M. Syarkawi Rauf, Ketua KPPU.
Lebih lanjut, Syarkawi memaparkan, ada dua solusi terkait
permasalahan ERP ini. Pertama, Pemprov DKI dapat memberikan kesempatan
seluas-luasnya bagi penyedia teknologi lain untuk turut serta dalam
requirement yang dibutuhkan Pemprov dalam penerapan ERP, atau yang
kedua, jika Pemprov DKI sudah yakin dengan penggunaan teknologi DSRC
frequensi 5.8 GHz yang ditambah dengan faktor dukungan kamera untuk
mengidentifikasi plat mobil misalnya, Pemprov dapat membuat Peraturan
Daerah yang meligitimasi ini sehingga semua proses yang dilakukan dapat
dikecualikan dari penetapan hukum persaingan.
Atau solusi selanjutnya,
sistem ini dapat dilegitimasi dengan Peraturan Presiden dan ini juga
masuk di dalam ketentuan pengecualian di dalam UU 5 Tahun 1999.
Ditemui dalam FGD, Wakil Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi
Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, menjelaskan bahwa penggunaan
teknologi DSRC ini sudah melalui kajian yang panjang selama tiga belas
tahun sejak tahun 2003, di mana kajian ini tidak main-main, “Ke
depannya, tentu kami akan terus bekerja sama dengan KPPU agar Pergub ini
tidak melanggar Undang-undang Persaingan Usaha”. Syarkawi menambahkan,
KPPU akan terus berkomitmen untuk mengawal proses pencegahan pelanggaran
Undang-undang Persaingan Usaha terkait kebijakan masalah ERP ini.
Post a Comment