Berharap Pada Aturan Pembatasan Waralaba - KOMPETISINEWS | INFO PERSAINGAN USAHA

.


Home » , , » Berharap Pada Aturan Pembatasan Waralaba

Berharap Pada Aturan Pembatasan Waralaba

Written By Redaktur on Tuesday, December 4, 2012 | 6:57 PM

Menjamurnya minimarket, dikeluhkan masyarakat karena belum melibatkan masyarakat sebagai obyek.
oleh : Michael Herdi Hadylaya, Konsultan Hukum di Yogyakarta

Persaingan usaha tidak sehat, menghasilkan inefisiensi biaya, sehingga konsumen akan menanggung biaya lebih. Dampaknya, harga barang-barang akan menjadi tinggi.

Ironisnya, Indonesia hanya mengantisipasi dampak inflasi ini hanya dengan menggunakan Undang-Undang No. 5 tahun 1999. Aturan ini dibuat pasca tuntutan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk menyehatkan perekonomian Indonesia. Dalam kurun waktu 13 tahun ini, belum ada perubahan yang berarti.

Bandingkan dengan UU Pemilu yang berubah lima tahun sekali. Agaknya DPR lebih memprioritaskan pemilu daripada perdagangan yang sehat Kehadiran Peraturan Menteri Perdagangan No. 68/M-DAG/ PER/10/2012, memberikan angin segar bahwa praktik waralaba akan sedikit terkendali. Sebelum hadirnya Permendag praktik waralaba seolah menjamur dan persis seperti jaring laba-laba, sungguh jelimet, tapi tersusun rapi.

Aturan ini berpotensi menjadi jalan keluar kebuntuan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Pasal 50 UU ini terdapat escape clause terhadap aktivitas yang lepas dari yurisdiksi UU No. 5 tahun 1999, yakni semua hal yang berkaitan dengan hak atas kekayaan intelektual (HAKI), termasuk di dalamnya soal waralaba. Dengan demikian, implikasi Permendag ini tidak an sich berdampak bagi waralaba. Pertanyaannya, apakah Permendag ini bisa diharapkan sampai sejauh itu? Realistiskah harapan kita?

Melibatkan masyarakat
Banyak media telah mengupas Permendag No. 68/M-DAG/ PER/10/2012. Misalnya terkait pembatasan jumlah gerai waralaba yang dapat dikuasai perorangan bahkan sampai soal pembatasan asing terhadap waralaba.

Kehadiran pembatasan waralaba ini bisa mengekang waralaba, sehingga paling tidak dapat mengekang pula praktik monopoli terselebung. Waralaba sebagai escape clause dalam pasal 50 UU No. 5 tahun 1999, seringkali menjadi kedok sebuah kegiatan monopoli dan persaingan tidak sehat.

Dengan adanya pembatasan kepemilikan, paling tidak ada sedikit upaya agar jangan sampai terjadi posisi dominan sebuah waralaba terhadap perekonomian Indonesia Berhenti mengenai ini, kita dapat berharap pada Permendag ini.

Sayang, bila melihat lebih lanjut, Permendag ini belum dapat sepenuhnya menjadi harapan. Beleid tersebut sedikitpun tidak mengatur mengenai keharusan bagi waralaba mengikutsertakan masyarakat sekitar. Padahal, yang kerap kali terancam dengan keberadaan dan terkena imbas paling nyata dari kehadiran waralaba, adalah warga sekitar.

Kehadiran waralaba kerap mendapat resistensi masyarakat. Tidak percaya? Tengoklah ke daerah
yang kerap kali terancam dengan waralaba adalah masyarakat sekitar daerah Jembatan Merah, di sekitar Jalan Affandi Yogyakarta, marak spanduk berisi penolakan atas kehadiran sebuah waralaba. Untuk mengakhiri resistensi seperti ini, kehadiran waralaba harus mampu berkolaborasi dengan kebutuhan masyarakat sekitar.

Langkah kolaborasi, dengan menjadikan masyarakat sekitar sebagai bagian pemilik waralaba Di samping menghapus resistensi masyarakat, juga sesuai asas ekonomi Indonesia yang bersifat kekeluargaan. Kesejahteraan meningkat, sekaligus mengedukasi masyarakat terhadap pola berusaha kontemporer.

Masyarakat akan berpikir, daripada mencoba menyaingi dengan warung yang tidak tertata rapi dan keuntungan minim, lebih baik menanamkan modal pada usaha waralaba. Dengan demikian, masyarakat sekitar didorong menjadi investor. Pengelolaan usaha waralaba tetap profesional dan kompetitif, namun menguntungkan masyarakat sekitar.

Kasus klasik yang menyeret perhatian atas kehadiran waralaba adalah perkara Indomaret. Indomaret dituduh melanggar pasal 1 (4) UU No. 5 tahun 1999, yakni posisi dominan yang dimanfaatkan sedemikian rupa Para Pemohon mengeluh, luasnya waralaba PT Indomarco Prismatama, sehingga mengancam bisnis mereka. Uniknya, Amar No. 3 KPPU No. 03/KPPU-L-I/2000 tersebut malah memuat putusan, dalam mengembangkan usaha, terlapor (Indomarco) harus melibatkan masyarakat setempat. Di antaranya, memperbesar porsi waralaba.

Hal ini memerlukan peraturan hukum sebagai dasarnya Permendag belum memfasilitasi hal ini. Konsep waralaba masih melirik pemilik modal kuat, bukan masyarakat. Masyarakat sebagai stakeholder, belum berdaulat berkecimpung dalam waralaba
Share this article :

Post a Comment

 
Copyright © 2011. KOMPETISINEWS | INFO PERSAINGAN USAHA - All Rights Reserved
Developed by kuntoprastowo | Template by Maskolis
Proudly powered by Blogger