Headline
Latest Post
10:14 PM
KPPU Putuskan Dinas PU Kota Makassar Bersekongkol Dalam Tender Rehab Jalan
Written By Redaktur on Monday, January 2, 2017 | 10:14 PM
Majelis KPPU yang dipimpin Dr. Chandra Setiawan memutuskan Dinas PU Kota Makassar Melakukan Persekongkolan Tender Rehabilitasi Jalan APBD II 2014. (Foto : kppu.go.id) |
Majelis Komisi dalam Sidang Terbuka Pembacaan Putusan Perkara
No.19/KPPU-I/2015 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 terkait Pelelangan Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan
(APBD II) oleh Satuan Kerja Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar Tahun
Anggaran 2014 memutuskan bersalah kepada tujuh terlapor dengan
penjatuhan denda sebanyak Rp. 4,9 Miliar.
Perkara yang berawal dari inisiatif KPPU pada dugaan persekongkolan
tender pada Pelelangan Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan (APBD II) oleh
Satuan Kerja Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar Tahun Anggaran 2014 ini
memiliki nilai HPS Rp. 67.158.746.000,00. Sidang pembacaan putusan
dipimpin oleh Dr. Drs. Chandra Setiawan, M.M., Ph.D selaku Ketua Majelis
Komisi, dan Dr. Sukarmi, S.H. dan M.H.Kamser Lumbanradja, M.B.A.
sebagai Anggota Majelis.
Dalam sidang, terbukti bahwa terdapat hubungan keluarga (afisilasi)
dan cross ownership dengan adanya kesamaan kepemilikan saham antara PT
Tompo Dalle dan PT Citratama Timurindo, serta adanya hubungan
kekeluargaan antara pemilik PT Win Wahana Cipta Marga, PT Mulia Trans
Marga, dan PT Gangking Raya. Serta terdapat tindakan Anti Persaingan
dari PT Timur Utama Sakti, PT Tompo Dalle, PT Citratama Timurindo, PT
Win Wahana Cipta Marga, PT Mulia Trans Marga, dan PT Gangking Raya.
Sehingga Majelis Komisi memutuskan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota
Makassar, Pokja ULP/Panitia Pengadaan Barang dan Jasa Dinas Pekerjaan
Umum Kota Makassar TA 2014 bersalah, menghukum PT Timur Utama Sakti
dengan denda sebesar Rp 1.472.514.000, PT Tompo Dalle dengan denda
sebesar Rp 1.099.812.000, PT Citratama Timurindo dengan denda sebesar Rp
426.602.000, PT Win Wahana Cipta Marga dengan denda sebesar Rp
1.208.483.000, PT Mulia Trans Marga dengan denda sebesar Rp 212.746.000,
dan PT Gangking Raya dengan denda sebesar Rp 540.562.000, serta
memerintahkan kepada seluruh pihak bersalah untuk melaporkan dan
menyerahkan salinan bukti pembayaran denda tersebut ke KPPU.
Majelis Komisi juga melarang PT Timur Utama Sakti, PT Tompo Dalle, PT
Citratama Timurindo, PT Win Wahana Cipta Marga, PT Mulia Trans Marga,
dan PT Gangking Raya untuk mengikuti tender pada bidang
Rehabilitasi/Pemeliharaan Jalan yang menggunakan Dana APBD pada Dinas
Pekerjaan Umum Kota Makassar selama 2 (dua) tahun sejak putusan yang
dibacakan dalam sidang terbuka memiliki kekuatan hukum tetap.
Labels:
Business,
Competition Law,
Litigation,
Makassar,
Procurement News,
SPECIAL REPORT
10:08 PM
Kebijakan ERP dalam Persaingan Usaha
Menyikapi implementasi kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
terkait Electronic Price Pricing (ERP), sekaligus tindak lanjut dari
saran dan pertimbangan KPPU terhadap kebijakan dimaksud, pada tanggal 27
Desember 2016, Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyelenggarakan Focus
Group Discussion (FGD).
FGD tersebut dihadiri jajaran Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta, Dinas Perhubungan dan Transportasi Provinsi DKI Jakarta,
Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Kepala Badan Pengelola
Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan, Ketua LKPP,
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Akademisi Universitas
Indonesia, Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia
(ATSI), Direktur PT Aino Indonesia, Direktur PT Advantech, Direktur PT
RFID Indonesia, Direktur PT NEC Indonesia, Direktur PT Q-Free Indonesia,
Direktur PT DOT System, dan Direktur PT 3M.
Pemprov DKI meyakini bahwa penerapan sistem ERP akan dapat memudahkan
proses pembayaran dan memungkinkan diterapkannya tarif yang
berbeda-beda sesuai kondisi kemacetan lalu lintas, terutama di kota
besar Jakarta, di mana kemacetan selalu menjadi alasan utama
permasalahan lalu lintas, dengan berbasis Dedicated Short Range
Communication (DSRC). Penerapan ERP pada jalan-jalan protokol di Ibukota
Jakarta dengan SDRC, sebuah metode wireless charging dari jalur masuk
(jalan berbayar) terhadap smartcard yang diletakkan pada sebuah on-board
unit (OBU) pada sebuah kendaraan roda empat atau lebih. Metode ini
diklaim dapat mengurai kemacetan yang ada di Ibukota yang notabenenya
merupakan area urban, karena dapat mengurangi sistem antrean kendaraan
dalam melakukan pembayaran.
Menanggapi hal ini, KPPU menilai adanya potensi pelanggaran pada
Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta Nomor 149 Tahun 2016
tentang Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar Elektronik, yang
disampaikan melalui Surat Saran dan Pertimbangan pada bulan Oktober
tahun 2016 mengenai Kebijakan Pengendalian Lalu Lintas Jalan Berbayar
Elektronik. Dalam saran dan pertimbangan ini, KPPU merujuk pada adanya
potensi mempersempit ruang tender pada teknologi DSRC Frekuensi 5,8 GHz
(lima koma delapan gigahertz).
Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 8 ayat (1) huruf c Peraturan Gubernur dimaksud, diatur bahwa
tehnologi yang digunakan dalam kawasan pengendalian lalu lintas Jalan
Berbayar Elektronik adalah menggunakan komunikasi jarak pendek Dedicated
Short Range Communication (DSRC) frekuensi 5,8 GHz,.
Ketua KPPU M.
Syarkawi Rauf, menilai Pergub ini dapat menahan dan mempersempit ruang
persaingan yang ada pada tender, sehingga vendor dengan teknologi lain
seperti misalnya Radio Frequency Identification (RFID) atau Global
Positioning System (GPS), tidak dapat masuk ke ranah persaingan.
“Ketentuan dalam Pasal 8 Ayat 1 Huruf c ini berpotensi menimbulkan
diskriminasi penyedia teknologi lain, sehingga tidak memberikan
kesempatan seluas-luasnya pada pengembangan ERP oleh Pemprov DKI
sendiri, di mana mempersempit teknologi hanya pada DSRC frekuensi 5,8
GHz”, jelas M. Syarkawi Rauf, Ketua KPPU.
Lebih lanjut, Syarkawi memaparkan, ada dua solusi terkait
permasalahan ERP ini. Pertama, Pemprov DKI dapat memberikan kesempatan
seluas-luasnya bagi penyedia teknologi lain untuk turut serta dalam
requirement yang dibutuhkan Pemprov dalam penerapan ERP, atau yang
kedua, jika Pemprov DKI sudah yakin dengan penggunaan teknologi DSRC
frequensi 5.8 GHz yang ditambah dengan faktor dukungan kamera untuk
mengidentifikasi plat mobil misalnya, Pemprov dapat membuat Peraturan
Daerah yang meligitimasi ini sehingga semua proses yang dilakukan dapat
dikecualikan dari penetapan hukum persaingan.
Atau solusi selanjutnya,
sistem ini dapat dilegitimasi dengan Peraturan Presiden dan ini juga
masuk di dalam ketentuan pengecualian di dalam UU 5 Tahun 1999.
Ditemui dalam FGD, Wakil Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi
Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko, menjelaskan bahwa penggunaan
teknologi DSRC ini sudah melalui kajian yang panjang selama tiga belas
tahun sejak tahun 2003, di mana kajian ini tidak main-main, “Ke
depannya, tentu kami akan terus bekerja sama dengan KPPU agar Pergub ini
tidak melanggar Undang-undang Persaingan Usaha”. Syarkawi menambahkan,
KPPU akan terus berkomitmen untuk mengawal proses pencegahan pelanggaran
Undang-undang Persaingan Usaha terkait kebijakan masalah ERP ini.
Labels:
ComissionerSide,
Competition Law,
KPPUnews
10:04 PM
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mendorong pengembangan
kurikulum persaingan usaha di perguruan tinggi agar hukum persaingan
usaha menjadi sebuah kesadaran dan pada akhirnya menjadi sebuah gerakan
bersama.
“Universitas belum punya program sendiri mengenaik hukum persaingan usaha, ini tentu menjadi tantangan dan peluang bagi kampus,” ujar Komisioner KPPU Chandra Setiawan saat menjadi pemateri di Seminar Nasional bertema “Pengembangan Kurikulum dan Jaringan Pengajar Persaingan Usaha di Perguruan Tinggi,” yang digelar di Hotell Grand Sari Pan Pacific, Jakarta, Jum’at (16/12).
Menurut Chandra, kampus dengan dinamika mahasiswanya menjadi sasaran yang tepat untuk menghasilkan pelaku bisnis yang jujur. “Kelak, kampus itu akan menghasilkan pelaku bisnis yang kita harapkan bersaing secara jujur. Saat ini KPPU menangani perkara sebesar 70% dari sektor tender. Ini menunjukkan bahwa masih ada dorongan untuk tidak mau bersaing secara adil,” tutur Chandra.
Sementara itu, Komisioner JFTC yang juga hadir sebagai pemateri, yakni Hideo Makuta menjelaskan bahwa di negaranya, Jepang, JFTC telah masuk ke dunia pendidikan dasar. JFTC juga memiliki icon yang mewakili tentang pesan-pesan untuk bersikap jujur.
“Untuk sekolah dasar, JFTC telah memiliki program-program khusus. Sedangkan, untuk mahasiswa lebih spesifik karena setelah selesai kuliah ada yang langsung terjun ke dunia bisnis,” ujar Hideo
KPPU Dorong Pengembangan Kurikulum Persaingan Usaha
Hideo Makuta, Komisioner JFTC. (Foto : kppu.go.id) |
“Universitas belum punya program sendiri mengenaik hukum persaingan usaha, ini tentu menjadi tantangan dan peluang bagi kampus,” ujar Komisioner KPPU Chandra Setiawan saat menjadi pemateri di Seminar Nasional bertema “Pengembangan Kurikulum dan Jaringan Pengajar Persaingan Usaha di Perguruan Tinggi,” yang digelar di Hotell Grand Sari Pan Pacific, Jakarta, Jum’at (16/12).
Menurut Chandra, kampus dengan dinamika mahasiswanya menjadi sasaran yang tepat untuk menghasilkan pelaku bisnis yang jujur. “Kelak, kampus itu akan menghasilkan pelaku bisnis yang kita harapkan bersaing secara jujur. Saat ini KPPU menangani perkara sebesar 70% dari sektor tender. Ini menunjukkan bahwa masih ada dorongan untuk tidak mau bersaing secara adil,” tutur Chandra.
Sementara itu, Komisioner JFTC yang juga hadir sebagai pemateri, yakni Hideo Makuta menjelaskan bahwa di negaranya, Jepang, JFTC telah masuk ke dunia pendidikan dasar. JFTC juga memiliki icon yang mewakili tentang pesan-pesan untuk bersikap jujur.
“Untuk sekolah dasar, JFTC telah memiliki program-program khusus. Sedangkan, untuk mahasiswa lebih spesifik karena setelah selesai kuliah ada yang langsung terjun ke dunia bisnis,” ujar Hideo
Labels:
ComissionerSide,
Competition Law,
KPPUnews
9:59 PM
Akhir tahun lalu beredar berita Presiden Joko Widodo merupakan
pemimpin terbaik Asia-Australia 2016. Berita itu dikutip salah satunya
dari kantor berita pemerintah, Antara.
"Presiden Joko Widodo (Jokowi) tercatat sebagai pemimpin terbaik atau paling unggul di antara para pemimpin Asia-Australia pada 2016 versi Bloomberg," tulis Antara.
Berdasarkan data dari Bloomberg, Jokowi merupakan satu-satunya pemimpin negara yang memiliki performa positif dalam seluruh aspek yang dinilai, yaitu menaikkan kekuatan nilai tukar (2,41 persen), menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif (5,02 persen skala tahun ke tahun), dan memiliki tingkat penerimaan publik yang tinggi (69 persen).
Republika, termasuk yang menaikkan berita ini dengan mengutip kantor berita negara. Namun setelah dicek ulang melalui naskah aslinya, Bloomberg ternyata tak menyebut presiden Jokowi terbaik.
Bloomberg menulis judul, "Who's Had the Worst Year? How Asian Leaders Fared in 2016." Dalam tulisan itu Bloomberg mempertanyakan siapa pemimpin negara yang mendapati mimpi buruk pada 2016, dan bagaimana mereka menjalankannya.
Pada kalimat pertama Bloomberg tak menyinggung soal siapa terbaik atau terburuk. Mereka menuliskan kondisi Asia yang relatif stabil di tengah berita Brexit dan kemenangan Donald Trump dalam pilpres AS. Kendati begitu, setiap pemerintah memiliki cobaan masing-masing pada 2016.
Bloomberg menuliskan sejumlah performa pemimpin dunia berdasarkan ukuran ekonomi negara. Tidak disebut terbaik atau terburuk.
Mereka yang masuk dalam daftar Bloomberg yakni Presiden Cina Xi Jinping, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Korea Selatan Park Geun-hye, Perdana Menteri Australia Malcilm Turnbull, Presiden Joko Widodo, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
"Joko Widodo menegaskan otoritasnya atas politik Indonesia pada 2016. Dengan patronase campuran dan kecerdasan politik ia mengontrol lebih dari dua pertiga kursi di parlemen," tulis Bloomberg. Jokowi, lanjut Bloomberg, juga berhasil meloloskan program pengampunan pajak pada Juni lalu untuk menolong pendanaan infrastruktur.
Bloomberg melengkapi tulisannya dengan data-data dari nilai tukar rupiah pertumbuhan ekonomi dan tingkat penerimaan publik. Dibanding pemimpin yang lain, dari ketiga itu Jokowi masuk dalam level hijau.
Menurut data itu, tingkat rupiah masih positif 2,41 persen dan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,02 persen. Sebagai pembanding mata uang Cina, Renminbi minus 6,63 persen dan pertumbuhan ekonomi 6,7 persen.
Sementara negara tetangga Malaysia nilai mata uangnnya minus 4,26 persen dan pertumbuhan ekonomi 4,3 persen. Namun melalui data itu, Bloomberg tak menyimpulkan Presiden Jokowi yang terbaik di Asia-Australia.
Staf Khusus Menko Kemaritiman yang juga mantan ekonom dana reksa, Purbaya Yudhi Sadewa menilai, untuk melihat pemerintahan mana yang terbaik memang banyak hal perlu dilihat, seperti tren perkembangan ekonomi, di bawah target atau tidak.
Purbaya mengatakan, berdasarkan obrolannya dengan pihak luar, Indonesia memang dinilai positif. Ini karena banyak negara lain dengan kondisi lebih buruk. "Kita berhasil membalik arah ekonomi, 2016," ujarnya.
Ia menilai sah-sah saja jika ada yang memuji pemerintahan Indonesia. Namun ia mengingatkan, Indonesia tak boleh terbuai, karena jika negara lain bangkit dan Indonesia tak ada perubahan, maka akan ketinggalan.
Salah satu tantangan ke depan, menurut Purbaya adalah mendongkrak belanja dan terus menjaga inflasi. Indonesia, kata ia, juga jangan terjebak dalam permainan the Fed. "Kalau Bank Sentral AS naikan suku bunga, kita jangan ikut-ikutan terpancing, karena sekarang posisi kita sedang ingin tumbuh lebih cepat," ujarnya. (ROL)
Bloomberg tak Menyebut Jokowi Pemimpin Terbaik Asia-Australia 2016
Presiden Joko Widodo dinilai Bloomberg memiliki kinerja positif. (foto:republikaonline.com) |
"Presiden Joko Widodo (Jokowi) tercatat sebagai pemimpin terbaik atau paling unggul di antara para pemimpin Asia-Australia pada 2016 versi Bloomberg," tulis Antara.
Berdasarkan data dari Bloomberg, Jokowi merupakan satu-satunya pemimpin negara yang memiliki performa positif dalam seluruh aspek yang dinilai, yaitu menaikkan kekuatan nilai tukar (2,41 persen), menjaga pertumbuhan ekonomi tetap positif (5,02 persen skala tahun ke tahun), dan memiliki tingkat penerimaan publik yang tinggi (69 persen).
Republika, termasuk yang menaikkan berita ini dengan mengutip kantor berita negara. Namun setelah dicek ulang melalui naskah aslinya, Bloomberg ternyata tak menyebut presiden Jokowi terbaik.
Bloomberg menulis judul, "Who's Had the Worst Year? How Asian Leaders Fared in 2016." Dalam tulisan itu Bloomberg mempertanyakan siapa pemimpin negara yang mendapati mimpi buruk pada 2016, dan bagaimana mereka menjalankannya.
Pada kalimat pertama Bloomberg tak menyinggung soal siapa terbaik atau terburuk. Mereka menuliskan kondisi Asia yang relatif stabil di tengah berita Brexit dan kemenangan Donald Trump dalam pilpres AS. Kendati begitu, setiap pemerintah memiliki cobaan masing-masing pada 2016.
Bloomberg menuliskan sejumlah performa pemimpin dunia berdasarkan ukuran ekonomi negara. Tidak disebut terbaik atau terburuk.
Mereka yang masuk dalam daftar Bloomberg yakni Presiden Cina Xi Jinping, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe, Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Korea Selatan Park Geun-hye, Perdana Menteri Australia Malcilm Turnbull, Presiden Joko Widodo, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak dan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
"Joko Widodo menegaskan otoritasnya atas politik Indonesia pada 2016. Dengan patronase campuran dan kecerdasan politik ia mengontrol lebih dari dua pertiga kursi di parlemen," tulis Bloomberg. Jokowi, lanjut Bloomberg, juga berhasil meloloskan program pengampunan pajak pada Juni lalu untuk menolong pendanaan infrastruktur.
Bloomberg melengkapi tulisannya dengan data-data dari nilai tukar rupiah pertumbuhan ekonomi dan tingkat penerimaan publik. Dibanding pemimpin yang lain, dari ketiga itu Jokowi masuk dalam level hijau.
Menurut data itu, tingkat rupiah masih positif 2,41 persen dan pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,02 persen. Sebagai pembanding mata uang Cina, Renminbi minus 6,63 persen dan pertumbuhan ekonomi 6,7 persen.
Sementara negara tetangga Malaysia nilai mata uangnnya minus 4,26 persen dan pertumbuhan ekonomi 4,3 persen. Namun melalui data itu, Bloomberg tak menyimpulkan Presiden Jokowi yang terbaik di Asia-Australia.
Staf Khusus Menko Kemaritiman yang juga mantan ekonom dana reksa, Purbaya Yudhi Sadewa menilai, untuk melihat pemerintahan mana yang terbaik memang banyak hal perlu dilihat, seperti tren perkembangan ekonomi, di bawah target atau tidak.
Purbaya mengatakan, berdasarkan obrolannya dengan pihak luar, Indonesia memang dinilai positif. Ini karena banyak negara lain dengan kondisi lebih buruk. "Kita berhasil membalik arah ekonomi, 2016," ujarnya.
Ia menilai sah-sah saja jika ada yang memuji pemerintahan Indonesia. Namun ia mengingatkan, Indonesia tak boleh terbuai, karena jika negara lain bangkit dan Indonesia tak ada perubahan, maka akan ketinggalan.
Salah satu tantangan ke depan, menurut Purbaya adalah mendongkrak belanja dan terus menjaga inflasi. Indonesia, kata ia, juga jangan terjebak dalam permainan the Fed. "Kalau Bank Sentral AS naikan suku bunga, kita jangan ikut-ikutan terpancing, karena sekarang posisi kita sedang ingin tumbuh lebih cepat," ujarnya. (ROL)
7:14 PM
Komisi Pengawas Persaingan Usaha(KPPU) melihat potensi prilaku praktek monopoli dari Pertamina dalam menaikkan harga Elpiji 12 kilogram (kg). Sebagai komisi yang bertugas mengawasi praktek monopoli dan persaingan usaha berdasarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, maka KPPU akan meminta keterangan Pertamina terkait kenaikan harga gas ini.
Seperti diketahui, pada 1 Januari 2014 PT Pertamina menaikkan harga LPG 12 kg dari semula Rp5.850 per kg menjadi Rp9.809 per kg sehingga harga pokok gas LPG dari Pertamina naik menjadi Rp117.708 dari semula Rp70.200 per tabung atau naik sebesar Rp47.508 (67,7 persen).
Padahal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), harga bahan bakar minyak (BBM) tidak lagi menjadi kewenangan pelaku usaha termasuk Pertamina. Karenanya, KPPU mempertanyakan langkah Pertamina yang menaikkan harga Elpiji 12 kg.
"Tindakan Pertamina mengambil alih peran pemerintah sesuai putusan MK perlu diklarifikasi. Kami akan meminta keterangan Kementerian terkait serta memanggil Pertamina untuk klarifikasi," kata Ketua KPPU, Nawir Messi, dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/1/2014).
Menurut dia, pola persaingan dan penetapan harga LPG sebagaimana bahan bakar minyak dan gas lainnya tunduk pada UU No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi (UU Migas) sebagaimana diubah dengan Putusan MK No.002/PUU-I/2003 15 Desember 2004 yang menyatakan tidak mengikat pasal 28 UU Migas ini. "Harga BBM atau gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar," demikian bunyi Pasal 28 Ayat (2) UU Migas tersebut.
MK dalam putusannya menyatakan, tidak mengikat pasal ini dan menetapkan bahwa campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak seperti BBM dan gas bumi ini.
Karenanya MK berpendapat bahwa penetapan harga BBM tetap di tangan pemerintah. Dalam putusan ini MK tidak membedakan BBM atau gas bumi subsidi atau non-subsidi sehingga putusan ini sebenarnya mencakup penentuan harga Elpiji yang menurut definisi pasal 1 angka 2 dan 3 UU Migas merupakan bagian dari produk BBM dan gas bumi.
Dengan demikian tindakan Pertamina yang telah menaikkan harga Elpiji 12 kg ini merupakan tindakan yang tidak memiliki dasar kewenangan dan karena dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki kekuatan pasar penjualan LPG di atas 50 persen.
KPPU menilai besaran harga tersebut diskrikiminatif, termasuk dugaan penahanan suplai LPG 3 kg sehingga mengondisikan konsumen hanya membeli Elpiji 12 kg. Karenanya, perilaku ini berpotensi melanggar pasal 17 tentang praktek monopoli oleh perusahaan yang berposisi monopoli dan pasal 19 jo pasal 25 UU No 5 tahun 1999 tentang penyalahgunaan posisi dominan
Pertamina Berpotensi Monopoli LPG
Written By Redaktur on Sunday, January 5, 2014 | 7:14 PM
KPPU menengarai Pertamina berpotensi melakukan praktik monopoli LPG. |
Seperti diketahui, pada 1 Januari 2014 PT Pertamina menaikkan harga LPG 12 kg dari semula Rp5.850 per kg menjadi Rp9.809 per kg sehingga harga pokok gas LPG dari Pertamina naik menjadi Rp117.708 dari semula Rp70.200 per tabung atau naik sebesar Rp47.508 (67,7 persen).
Padahal berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), harga bahan bakar minyak (BBM) tidak lagi menjadi kewenangan pelaku usaha termasuk Pertamina. Karenanya, KPPU mempertanyakan langkah Pertamina yang menaikkan harga Elpiji 12 kg.
"Tindakan Pertamina mengambil alih peran pemerintah sesuai putusan MK perlu diklarifikasi. Kami akan meminta keterangan Kementerian terkait serta memanggil Pertamina untuk klarifikasi," kata Ketua KPPU, Nawir Messi, dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/1/2014).
Menurut dia, pola persaingan dan penetapan harga LPG sebagaimana bahan bakar minyak dan gas lainnya tunduk pada UU No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi (UU Migas) sebagaimana diubah dengan Putusan MK No.002/PUU-I/2003 15 Desember 2004 yang menyatakan tidak mengikat pasal 28 UU Migas ini. "Harga BBM atau gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar," demikian bunyi Pasal 28 Ayat (2) UU Migas tersebut.
MK dalam putusannya menyatakan, tidak mengikat pasal ini dan menetapkan bahwa campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak seperti BBM dan gas bumi ini.
Karenanya MK berpendapat bahwa penetapan harga BBM tetap di tangan pemerintah. Dalam putusan ini MK tidak membedakan BBM atau gas bumi subsidi atau non-subsidi sehingga putusan ini sebenarnya mencakup penentuan harga Elpiji yang menurut definisi pasal 1 angka 2 dan 3 UU Migas merupakan bagian dari produk BBM dan gas bumi.
Dengan demikian tindakan Pertamina yang telah menaikkan harga Elpiji 12 kg ini merupakan tindakan yang tidak memiliki dasar kewenangan dan karena dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki kekuatan pasar penjualan LPG di atas 50 persen.
KPPU menilai besaran harga tersebut diskrikiminatif, termasuk dugaan penahanan suplai LPG 3 kg sehingga mengondisikan konsumen hanya membeli Elpiji 12 kg. Karenanya, perilaku ini berpotensi melanggar pasal 17 tentang praktek monopoli oleh perusahaan yang berposisi monopoli dan pasal 19 jo pasal 25 UU No 5 tahun 1999 tentang penyalahgunaan posisi dominan
Labels:
Competition Law,
FOCUS,
SPECIAL REPORT
3:43 AM
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih belum merestui proses akuisisi AXIS oleh PT XL Axiata Tbk.
Menurut Ketua KPPU, Nawir Messi, pihaknya memang telah menerima permohonan konsultasi rencana akuisisi XL terhadap Axis pada 1 Agustus lalu. Setelah memeriksa kelengkapan dokumen, Komisi telah pula melaksanakan penilaian awal atas akuisisi ini untuk menilai apakah konsentrasi pasar yang terbentuk pasca akuisisi ini melebihi threshold yang ditetapkan oleh PP 57/2010 yaitu di atas 1800 HHI dan atau memiliki delta (perubahan) sebelum dan sesudah akuisisi lebih dari 150 point.
"Dari penilaian awal, komisi melihat bahwa berdasarkan analisa sementara pasar bersangkutan jasa telekomunikasi seluler di beberapa wilayah dan pasar bersangkutan terkait lainnya terdapat tingkat konsentrasi yang melebihi threshold," jelasnya dalam rilis, Jumat (13/12).
Dijelaskan, untuk pasar jasa telekomunikasi seluler ini, pihaknya melihat bahwa konsentrasi pasar sebelum akuisisi ini adalah sebesar 2653 HHI dan 2904 setelah akuisisi. Delta (perubahan) dari konsentrasi pasar ini adalah 251 sehingga sejak tanggal 11 Desember 2013 ini, KPPU menyimpulkan bahwa penilaian atas akuisisi ini akan dilanjutkan ke tahap penilaian menyeluruh.
Pada penilaian menyeluruh, KPPU akan meminta keterangan dari beberapa pihak, termasuk XL sebagai pemohon konsultasi untuk memberikan klarifikasi dan konfirmasi atas data yang diperoleh. Hal-hal yang akan diklarifikasi dan dikonfirmasi diantaranya sejauh mana akuisisi ini akan menimbulkan prilaku persaingan tak sehat, atau menghasilkan efisiensi pada pasar bersangkutan, atau akan meningkatkan entry barrier/hambatan masuk, dan atau dilakukan untuk menyelamatkan pelaku usaha yang diakuisisi dari kebangkrutan.
Penilaian sendiri akan berlangsung dalam waktu 60 hari kerja. "Sesuai dengan perintah UU, kami akan tetap menilai akuisisi ini secara menyeluruh untuk melihat sejauh mana dampaknya bagi persaingan," paparnya.
Proses penilaian ini masih berjalan dan belum sampai pada kesimpulan apakah atas rencana ini dapat diteruskan atau tak yang amat bergantung pada ada tidaknya dampak akuisisi ini pada praktek monopoli dan persaingan usaha tak sehat dengan empat parameter di atas.
Komisi dapat pula memberikan pendapat komisi yang meminta para pihak dalam akuisisi melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mencegah terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini. "Opsi-opsi ini akan disimpulkan setelah komisi selesai melakukan penilaian menyeluruh," pungkasnya.
KPPU Belum Restui Akuisisi Axis oleh XL
Written By Redaktur on Monday, December 16, 2013 | 3:43 AM
M. Nawir Messi, Ketua KPPU. |
Menurut Ketua KPPU, Nawir Messi, pihaknya memang telah menerima permohonan konsultasi rencana akuisisi XL terhadap Axis pada 1 Agustus lalu. Setelah memeriksa kelengkapan dokumen, Komisi telah pula melaksanakan penilaian awal atas akuisisi ini untuk menilai apakah konsentrasi pasar yang terbentuk pasca akuisisi ini melebihi threshold yang ditetapkan oleh PP 57/2010 yaitu di atas 1800 HHI dan atau memiliki delta (perubahan) sebelum dan sesudah akuisisi lebih dari 150 point.
"Dari penilaian awal, komisi melihat bahwa berdasarkan analisa sementara pasar bersangkutan jasa telekomunikasi seluler di beberapa wilayah dan pasar bersangkutan terkait lainnya terdapat tingkat konsentrasi yang melebihi threshold," jelasnya dalam rilis, Jumat (13/12).
Dijelaskan, untuk pasar jasa telekomunikasi seluler ini, pihaknya melihat bahwa konsentrasi pasar sebelum akuisisi ini adalah sebesar 2653 HHI dan 2904 setelah akuisisi. Delta (perubahan) dari konsentrasi pasar ini adalah 251 sehingga sejak tanggal 11 Desember 2013 ini, KPPU menyimpulkan bahwa penilaian atas akuisisi ini akan dilanjutkan ke tahap penilaian menyeluruh.
Pada penilaian menyeluruh, KPPU akan meminta keterangan dari beberapa pihak, termasuk XL sebagai pemohon konsultasi untuk memberikan klarifikasi dan konfirmasi atas data yang diperoleh. Hal-hal yang akan diklarifikasi dan dikonfirmasi diantaranya sejauh mana akuisisi ini akan menimbulkan prilaku persaingan tak sehat, atau menghasilkan efisiensi pada pasar bersangkutan, atau akan meningkatkan entry barrier/hambatan masuk, dan atau dilakukan untuk menyelamatkan pelaku usaha yang diakuisisi dari kebangkrutan.
Penilaian sendiri akan berlangsung dalam waktu 60 hari kerja. "Sesuai dengan perintah UU, kami akan tetap menilai akuisisi ini secara menyeluruh untuk melihat sejauh mana dampaknya bagi persaingan," paparnya.
Proses penilaian ini masih berjalan dan belum sampai pada kesimpulan apakah atas rencana ini dapat diteruskan atau tak yang amat bergantung pada ada tidaknya dampak akuisisi ini pada praktek monopoli dan persaingan usaha tak sehat dengan empat parameter di atas.
Komisi dapat pula memberikan pendapat komisi yang meminta para pihak dalam akuisisi melakukan tindakan-tindakan tertentu untuk mencegah terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini. "Opsi-opsi ini akan disimpulkan setelah komisi selesai melakukan penilaian menyeluruh," pungkasnya.
Labels:
Competition Law,
KPPUnews,
Merger Acquisition
2:39 AM
Menjelang Hari Raya Natal Tahun 2013 dan Tahun Baru 2014 harga daging sapi di beberapa wilayah di Indonesia mengalami kenaikan. Kenaikan itu terjadi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan daerah lainnya. Harga daging sapi masih bertengger di kisaran Rp90-100 ribu per kilogramnya.
Pun demikian dengan daging ayam. Harga ayam di beberapa wilayah tersebut naik menjadi Rp25-30 ribu per kilogramnya.
Kondisi demikian oleh sebagian kalangan dinilai wajar, dikaitkan dengan naiknya permintaan. Namun, tentu kenaikan permintaan ini biasanya pula diikuti dengan dibanjirinya daging di pasaran.
Pengamat hukum persaingan Universitas Bung Karno, Dr. Muhammad bin Taher melihat hal tersebut dapat disebabkan oleh permainan pelaku usaha. Kartel daging yang sekarang masih ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bisa jadi ikut andil dalam merangkak naiknya harga daging menjelang akhir tahun ini.
Lebih lanjut Taher mungungkapkan, KPPU semoga saja dapat mengungkap kartel di kasus dagung impor dan pemerintah mau serius untuk memerangi kartel impor daging maupun produk lainnya.
Kembali, Harga Daging Naik
Harga daging naik menjelang natal 2013 dan tahun baru 2014. |
Pun demikian dengan daging ayam. Harga ayam di beberapa wilayah tersebut naik menjadi Rp25-30 ribu per kilogramnya.
Kondisi demikian oleh sebagian kalangan dinilai wajar, dikaitkan dengan naiknya permintaan. Namun, tentu kenaikan permintaan ini biasanya pula diikuti dengan dibanjirinya daging di pasaran.
Pengamat hukum persaingan Universitas Bung Karno, Dr. Muhammad bin Taher melihat hal tersebut dapat disebabkan oleh permainan pelaku usaha. Kartel daging yang sekarang masih ditangani oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bisa jadi ikut andil dalam merangkak naiknya harga daging menjelang akhir tahun ini.
Lebih lanjut Taher mungungkapkan, KPPU semoga saja dapat mengungkap kartel di kasus dagung impor dan pemerintah mau serius untuk memerangi kartel impor daging maupun produk lainnya.
Labels:
Bizlaw News,
BizlawNews,
Business,
Competition Law,
Economics